Resensi Resident Evil

Kamis, 19 November 2009

Resident Evil: Extinction


2007
Sony Pictures
Jenis: Action/Adventure/Horror
Sutradara: Russell Mulcahy
Pemain: Milla Jovovich, Ali Larter, Oded Fehr, Mike Epps
Penulis: Paul W.S. Anderson




MPAA Rating: R


Merupakan adaptasi game survival horror yang sangat popular. Sekaligus merupakan sekuel kedua dari Resident Evil yang telah dimulai sutradara penggemar game Paul W.S. Anderson tahun 2002 lalu. Sejujurnya ini bukan franchise yang hebat sehingga butuh menelurkan banyak sekuel. Film pertama dan keduanya tidak terlalu bagus tapi tidak juga bisa dikatakan film buruk. Sehingga Saya punya ekspetasi nol terhadap Extinction.

Menyambung kisah sebelumnya, T-Virus semakin menyebar dan jumlah populasi zombie kian bertambah. Alice (Milla Jovovich) yang semakin tangguh saja bertemu dengan konvoi pencarian orang-orang tak terinfeksi yang dipimpin oleh Claire Redfield (Ali Larter). Di sini Ia bertemu lagi dengan Carlos (Oded Fehr) dan L.J. (Mike Epps), mempersiapkan keberangkatan menuju satu-satunya tempat yang tak terjangkit virus, yakni Alaska. Namun Umbrella Corp. tentu saja mengincar nyawa Alice yang merupakan asset berharga bagi perusahaan.

Memang merupakan sebuah kutukan dalam membuat film adaptasi game. Hasilnya hamper selalu buruk bahkan sebagian bisa dibilang film sampah seperti Mortal Kombat, Street Fighter dan DOA Dead or Alive. Anderson sangat beruntung di sini karena bisa menjaga kelas trilogy Resident Evil untuk tidak menambah panjangnya daftar film kelas B. Dan alasan membuat film ini? Hanya untuk mencari keuntungan semaksimal mungkin mengingat bujet yang disuntik tidaklah raksasa.

Sebagai sekuel yang tidak berdiri sendiri, agar cerita dapat dimengerti, penonton dipaksa mengikuti semua seri Resident Evil—walaupun Saya tahu sedikit melelahkan bagi non-fan. Seperti seri sebelumnya, Apocalypse, yang diangkat dari game Resident Evil Nemesis, Extinxtion juga berdasarkan salah satu seri gamenya. Dan kali ini Anderson mengangkat Resident Evil:Code Veronica. Sedikit janggal dengan absennya tokoh Jill Valentine (yang pada film Apocalypse diperankan Sienna Guillory) tanpa kabar. Padahal—maaf memberi spoiler—Ia terlihat bersama-sama Carlos pada akhir film kedua.

Kemunculan banyak tokoh baru juga sedikit menambah semangat menonton film ini. Terutama pejuang berambut merah Claire Redfield yang diperankan si cantik berkepribadian ganda dalam sinetron Heroes, Ali Larter. Ada pula Albert Wesker sebagai mastermind antagonisnya. Dan naskah cukup berani mengakhiri hidup beberapa karakter.

Ceritanya memang diubah karena pada dasarnya pondasi yang dibangun pada jilid pertamanya itu tidak banyak mengambil unsur-unsur gamenya. Sehingga alur harus mengikuti arusnya dan beginilah hasilnya. Mengandung sedikit “twist” tapi bisa dibilang buruk. Sekaligus inilah film Resident Evil terburuk yang pernah ada.

Gamenya mungkin menyeramkan tapi tidak untuk filmnya. Karena Anda tahu sendiri betapa lucunya membuat horror siang-siang di padang pasir. Jelas tingkat kengeriannya adalah nol. Tapi seperti dua prekuelnya yang kita ketahui, Resident Evil versi film tidak sepenuhnya film horror bertemakan zombie. Tapi lebih condong bergenre aksi. Begitu juga dengan yang ketiga ini. Aksinya seperti aksi sirkus dengan editan cepat.

Berbicara masalah genre aksi horror, Saya memiliki pandangan lain terhadap rekayasa Anderson ini. Berdasarkan alurnya, pandangan Saya terhadap jenis film ini adalah menambah genre fantasy dalam serialnya. Ya, Alice adalah penyihir. Ia memiliki kekuatan super selayaknya Invisible Woman dalam Fantastic Four. Kemudian Saya sendiri merenung dan bertanya dalam hati: Film yang Saya tonton ini film sihir atau film zombie?

Hal yang sangat mengganggu dalam film ini adalah terlalu banyak promosi. Dimana-mana dan disetiap saat, tulisan Sony selalu menghiasi layar. Saya tahun ini adalah persembahan Sony Pictures, yang jelas hal itu sangat mengganggu. Itu membuat Saya teringat dengan Casino Royale yang juga banyak berisi promosi. Dan hebatnya itu keluaran Sony juga. Cara yang “tepat” untuk promosi.

Di akhir tulisan juga membicarakan akhir filmnya. Setelah melawan boss yang tidak tangguh, endingnya dibuat menggantung. Sudah dipastikan ini bukan trilogy lagi karena plot baru sudah dibuka—tepatnya diperpanjang—untuk film keempat. Dan sepertinya film keempat akan lebih baik jika tokoh-tokoh top seperti Chris Redfield dan Leon dimunculkan bersama Jill serta didukung naskah yang kuat dan tidak terlalu teknologi tinggi. Bagaimanapun juga film zombie tradisional memang lebih baik. Filmnya sendiri tidak mengecewakan, itu karena Saya tidak berharap muluk-muluk. Bukan merupakan film wajib tonton. Disamping Milla Jovovich dan Ali Larter sangat cantik di sini. Terutama melihat kembali Milla berkostum merah seperti pada film pertamanya dan telanjang seperti film keduanya.

0 komentar: